Kamis, 17 November 2011

askep tbc


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data dari WHO tahun 1993 didapatkan fakta bahwa sepertiga penduduk Bumi telah diserang oleh penyakit TBC. Sekitar 8 juta orang dengan kematian 3 juta orang pertahun. Diperkirakan dalam tahun 2002-2020 akan ada 1 miliar manusia terinfeksi, sekitar 5-10 persen berkembang menjadi penyakit dan 40 persen yang terkena penyakit berakhir dengan kematian.
Kasus TBC di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga dibawah Cina dan India. Diperkirakan diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang terinfeksi TBC. TBC di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat TBC lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua.
Di Indonesia sendiri berdasarkan data dari RS "Prof Dr Sulianti Saroso" tiap tahun terdapat 583.000 kasus dan 140.000 diantaranya meninggal. Kalau tidak ditangani dengan baik maka dalam tahun berikutnya akan terdapat 5,8 juta orang yang terkena infeksi (dengan asumsi 1 orang dapat menularkan 10 orang)
Dengan data dan fakta seperti diatas sangat wajar bila jaman dahulu orang menyebut sebagai penyakit kutukan dan tidak bisa diobati. Itu karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit ini. Jika kita ingin memenangkan peperangan dengan TBC, kita harus mengetahui musuh kita. Seperti kata Sun Tzu, ahli perang Cina, dalam bukunya Art of War: "Jika kamu mengenal musuhmu dan dirimu, kamu akan memenangkan ribuan pertempuran. Tapi jika kamu tidak mengenal musuhmu dan dirimu maka kamu membahayakan diri sendiri". Mari kita mengenal musuh dan diri kita.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian TBC Paru
TBC adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson 1995 : 753)
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)
Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi yang menyerang paru, yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis paru sejenis kuman yang berbentuk batang dengan sifat yang tahan asam.
2.2 Faktor- factor yang mempengaruhi timbulnya masalah .
a.       anatomi dan fisiologi
System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus , sampai dengan alveoli dan paru-paru
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th 1997, hal 88-89)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter. (Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , EVELYN,C, PIERCE , 1995 hal 221)
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar. (NI LUH GEDE.Y.A.SKp.1995.hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91)
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997 hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995 . hal 36-37)
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).
2.3 Etiologi TBC
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
2.4 Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli,tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri dalam sistem imun tubuh dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neurofil & makrofagi) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringn normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli akan terjadi gangguan pertukaran gas karena sputum menumpuk akan menutupi jalan nafas, dan sputum bergerak maju ke bronkus, maka akan terjadi ganguan jalan nafas. (Brunner   & Suddart, 2002 : 585).
Mycobacterium TBC

  Masuk jalan napas

  Tinggal di Alveoli

  Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe

  Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat Elastik & tebal.
Gas tidak dapat Kavitasi berdifusi dgn. Baik.

  Sesak
   ↓
  Kuman

  Infeksi primer

Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi
  ghon - Menyebar ke seluruh  tubuh scr. Bronkhogen,  limphogen, hematogen

Infeksi post primer Kuman dormant
  Muncul bertahun kemudian

Diresorpsi kembali/sembuh Membentuk jar. keju Sarang meluas
  Jika dibatukkan sembuh dgn. membentuk kavitas. Jar. Fibrotik

Kavitas meluas Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh
Membentuk sarang tuberkuloma  
2.5 Cara penularan
“Droplet Nucles” yang merupakan partikel 1-10 mikron, dikeluarkan oleh penderita penyakit TBC dengan cara batuk-batuk, bersin, bicara, penderita meludah ke tanah kemudian kuman tersebar ke udara. Oleh karena itu penyakit ini disebut “Airbone Infection”. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.
TBC menyebar melalui udara dan ditularkan melalui batuk dan bersin. Proses penularan terjadi ketika seorang yang memiliki penyakit tubercolusis aktif batuk atau bersin hingga menyebarkan kuman ke udara. Kuman tersebut terhirup oleh orang yang berada didekatnya dan mengakibatkan orang tersebut terinfeksi kuman TBC.Karena orang yang terdekat dengan penderita adalah keluarganya, maka orang menyangka penyakit TBC adalah penyakit keturunan.
Kuman-kuman TBC akan menetap di dalam tubuh tanpa membuat sakit. Hal tersebut dinamakan infeksi TBC. Sistem kekebalan tubuh kita menjebak kuman-kuman tersebut, sehingga kita tetap sehat. Dan ketika kekebalan tubuh kita menurun atau tidak dapat melawan, kuman-kuman tersebut menyerang paru-paru atau organ tubuh yang lain. Hal ini dinamakan penyakit TBC.
2.6 Proses Penularan
Penderita TBC menyebarkan kuman TBC melalui batuk atau bersin

 Kuman menetap di dalam tubuh melalui sistem pernafasan menunggu turunnya sistem kekebalan tubuh (infeksi)

Menjadi penderita penyakit TBC

Kuman TB yang masuk melalui pernafasan menetap di alveolus. Infeksi dimulai ketika ia berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di Paru mengakibatkan peradangan di dalam paru, yang disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dibuktikan dengan tes kulit dengan hasil positif.
Perkembangan selanjutnya tergantung dari daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persiter atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkolusis. Masa inkubasi diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.6 Klasifikasi Penyakit
TB ada dua macam klasifiksi, yaitu:
a.       Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang paru tidak termasuk selaput paru (pleura).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi lagi dalam:
1)      Tuberkulosis Paru BTA Positif
2)      Tuberkulosis Paru BTA Negatif
b.      Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, ginjal.
2.7. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
a.    Gejala respiratorik, meliputi:
1.   Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2.   Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3.   Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4.   Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b.   Gejala sistemik, meliputi:
1.   Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
2.   Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Batuk darah
a.    Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b.   Darah berbuih bercampur udara
c.    Darah segar berwarna merah muda
d.   Darah bersifat alkalis
e.    Anemia kadang-kadang terjadi
f.    Benzidin test negatif
2.      Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3.      Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi
2.8 Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.
2.9 Penatalaksanaan
a)  

1.   Tahap pengobatan
Pengobatan TBC diberikan dalarn 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

 
Pengobatan TBC Paru                                     

a.       Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 1-2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif ini menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif
b.      Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
1.   Katagori pengobatan
WHO dan IUATLD (Intemational Union Against Tuberculosis Lung Disease) merekomendasikan panduan OAT standar di Indonesia, yaitu:
a.       Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Tahap intensif : terdiri. dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) obat-obat tersebut diberikan Setiap hari selama 2 bulan (2HRZE) kemudian diteruskan dengan tahap Lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam, seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
·         Penderita baru TBC Paru BTA Positif
·         Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen Positif
·         Penderita TBC Ekstra Paru Berat
b.      Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap lanjutan selama, 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk :
·         Penderita kambuh (relaps)
·         Penderita gagal (failure)
·         Penderita dengan pengobatan setelah lalai
c.       Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
·         Penderita batuk BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
·         Penderita ekstra paru ringan
b)   Perawatan
Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun menggunakan obat anti tubercolusis (OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda.
Penderita TBC pasif (infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal dengan perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TBC aktif (penyakit TBC) memerlukan waktu 6-9 bulan dan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan dalam kedua keadaan itu disertai dengan konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan, mengikuti saran-saran dokter.
Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum juga banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi atau resistensi. Untuk itu dilakukan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).
Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta mengingatkan penderita minum OAT yang disebut dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Biasanya PMO ini berasal dari keluarga atau kerabat dekat penderita.
Dengan menggunakan strategi DOTS proses penyembuhan TBC dapat secara cepat dan tepat.
c)   Pencegahan Penyebaran TBC
Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling efektif adalah mengurangi penderita TBC. Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi.
Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung.
Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan.

BCG tidak dapat mencegah serangan TBC namun memberikan perlindungan kepada anak pada bagian vital lain seperti otak (meningitis tuberkolusis) yang dapat berakibat buruk pada perkembangan otak anak dan bisa menyebabkan kematian.
Pengecekan imunitas yang diberikan dari BCG perlu dilakukan setelah periode waktu tertentu (3 s.d. 5 tahun) sebab kekuatan vaksin dapat menghilang.
BAB III
Penatalaksanaan Keperawatan

3.1  Pengkajian (Doegoes, 1999) 
1.   Aktivitas /Istirahat
a.    Kelemahan umum dan kelelahan.
b.   Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
c.    Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
d.   Mimpi buruk.
e.    Takikardia, takipnea/dispnea.
f.    Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2.   Integritas Ego :
a.    Perasaan tak berdaya/putus asa.
b.   Faktor stress : baru/lama.
c.    Perasaan butuh pertolongan
d.   Denial.
e.    Cemas, iritable.
3.   Makanan/Cairan :
a.    Kehilangan napsu makan.
b.   Ketidaksanggupan mencerna.
c.    Kehilangan BB.
d.   Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4.   Nyaman/nyeri :
a.    Nyeri dada saat batuk.
b.   Memegang area yang sakit.
c.    Perilaku distraksi.
5.   Pernapasan :
a.    Batuk (produktif/non produktif)
b.    Napas pendek.
c.    Riwayat tuberculosis
d.   Peningkatan jumlah pernapasan.
e.    Gerakan pernapasan asimetri.
f.     Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
g.    Suara napas : Ronkhi
h.    Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6.   Kemanan/Keselamatan :
a.       Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
b.      Demam pada kondisi akut.
7.   Interaksi Sosial : Perasaan terisolasi/ditolak.

3.2  Diagnosa Keperawatan
1.   Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2.   Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3.   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5.   Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

3.3  Intervensi 
1.      Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
·      Mendemontrasikan batuk efektif.
·      Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
a.    Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b.   Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c.    Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d.   Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e.    Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f.    Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g.   Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
h.   R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
i.     Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
j.     Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : 
·         Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
·         Pemberian expectoran.
·         Pemberian antibiotika.
·         Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2.      Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
·      Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
·      Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
a.    Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b.   Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c.    Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.   Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e.    Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f.    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
·      Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
·      Pemberian antibiotika.
·      Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
·      Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3.      Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia 
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
·      Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
·      Menu makanan yang disajikan habis
·      Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan 
a.    Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik. 
b.   Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
c.    Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
d.   Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
e.    Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
f.    Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut 
·         Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
·         Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
·         Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
·         Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
g.   Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.
4.      Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a.    Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b.   Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c.    Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi
d.   Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e.    Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f.    Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g.   Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h.   Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i.     Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j.     Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a.    Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b.   Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c.    Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d.   Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e.    jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f.    jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g.   Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h.   Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i.     Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j.     Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k.   Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l.     Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
3.4  Evaluasi
1.   Keefektifan bersihan jalan napas.
2.   Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
3.   Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
4.   Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
5.   Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
 
Daftar Pustaka

Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta: EGC (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar