BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pneumotoraks
didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di
rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru
dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan
pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk
ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi
spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan
karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik. Pneumothorax berhubungan
dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Dahulu
pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya
obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks
artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga
mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain
prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa
tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB,
CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik).
Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu:
1. Perforasi
pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi
dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen)
dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.
3. Pembentukan
gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada
empiema.
Kejadian
pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak
di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston &
Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per
100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain:
laki-laki lebih sering daripada wanita (4:1); paling sering pada usia
20-30tahun.
Pneumotoraks
spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya
bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang-orang dengan bentuk
tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai
kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri.
BAB II
KONSEP DASAR
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga
paru-paru dapat terjadi kolaps.
Pneumotoraks
adalah adanya udara di dalam rongga pleural antara pleura parietal dan viseral.
Pneumotoraks
merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga
pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera.
2.2 Anatomi
1.
Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka
dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
a.
Depan
: Sternum dan tulang iga.
b.
Belakang
: 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
c.
Samping
: Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
d.
Bawah
: Diafragma
e.
Atas
: Dasar leher.
Isi
:
- Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru peserta pembungkus pleuranya.
- Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
- Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru peserta pembungkus pleuranya.
- Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
2.3 Klasifikasi
- Berdasarkan terjadinya yaitu :
a. artificial
Udara
lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks
disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan
kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat
tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
b.
traumatic
Masuknya
udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau
esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda
asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan
udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan
rongga pleura.
Barotrauma
Pada Paru
Pneumotoraks
dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax. Tension.
Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga
pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks
mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan
dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat
Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga
tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak meningkat.
Akumulasi
darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang
mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.
c. spontan.
Terjadi secara
spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan subpleura dari
bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau
katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang
kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula
bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi. Pneumotoraks
spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan
Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan
oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus
dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali
terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
- Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
- Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
- Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara
rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan
intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar
nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya
negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh
karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau
berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun
tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan
positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara
melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang
terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada
permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang
masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila
ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga
tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya
pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara
ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau
penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi
biasa.
2.4 Etiologi dan patofisiologi
Normal
tekanan negatif pada ruang pleura adalah -10 s/d -12 mmHg. Fungsinya membantu
pengembangan paru selama ventilasi. Pada waktu inspirasi tekanan intra pleura
lebih negatif daripada tekanan intra bronchial, maka paru akan berkembang
mengikuti dinding thoraks sehingga udara dari luar dimana tekanannya nol (0)
akan masuk bronchus sampai ke alveoli.
Pada waktu ekspirasi dinding
dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari
tekanan di alveolus ataupun di bronchus sehingga udara ditekan keluar melalui
bronchus.
Tekanan intra
bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan intra bronchial
akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,bersin, atau mengejan, pada keadaan
ini glottis tertutup. Apabila di bagian perifer dari bronchus atau alveolus ada
bagian yang lemah maka akan pecah atau terobek..
Pneumotoraks
terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran
dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian membentuk suatu
bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous fibrosis
adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumotoraks, dimana bula tersebut
berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.
Penyebab
tersering adalah valve mekanisme di distal dari bronchial yang ada keradangan
atau jaringan parut. Secara singkat penyebab terjadinya pneumotorak menurut
pendapat “MACKLIN“ adalah sebagai berikut :
Alveoli
disanggah oleh kapiler yang lemah dan mudah robek, udara masuk ke arah jaringan
peribronchovaskuler apabila alveoli itu menjadi lebar dan tekanan didalam
alveoli meningkat. Apabila gerakan napas yang kuat, infeksi, dan obstruksi
endobronchial merupakan fakltor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
Selanjutnya
udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyakan jaringan fibrosis di
peribronchovaskuler kearah hilus, masuk mediastinum dan menyebabkan
pneumotoraks atau pneumomediastinum.
2.5. Gejala klinis
Keluhan :
timbulnya mendadak, biasanya setelah mengangkat barang berat, habis batuk
keras, kencing yang mengejan, penderita menjadi sesak yang makin lama makin
berat.
Keluhan utama
: sesak, napas berat, bias disertai batuk-batuk. Nyeri dada dirasakan pada sisi
sakit, terasanya berat (kemeng), terasa tertekan, terasa lebih nyeri pada
gerakan respirasi. Sesak ringsn sampai berat, napas tertinggal, senggal
pendek-pendek. Tanpa atau dengan cyanosis. Tampak sakit ringan sampai berat,
lemah sampai shock, berkeringat dingin.
Berat ringannya
keadaan penderita tergantung dari keadaan pneumotoraksnya :
Tertutup dan
terbuka biasanya tidak berat, ventil ringan tekanan positif tinggi biasanya
berat dan selain itu tergantung juga keadaan paru yang lain dan ada atau
tidaknya obstruksi jalan napas.
Pada
luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang
selanjutnya disebut “sucking” chest wound (luka dada menghisap). Jika tidak
ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma.
Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat
menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat
mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tak
ditangani, pneumotoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa
menit.
Peumotoraks
spontan seringkali dilaporkan terjadi pada orang-orang muda dengan perawakan
tinggi. Terutama pada laki-laki. Sebabnya tidak diketahui, diduga terdapatnya
abnormlitas pada jaringan ikat (connective tissue). Beberapa pneumotoraks
spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan
paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura. Umumnya
didahului oleh peningkatan tekanan intrapulmoner seperti: batuk keras, meniup
alat-alat musik, bersin, mengejan, dan lain-lain.
Pneumotoraks
juga dapat terjadi sebagai dampak prosedur medis, seperti pemasangan kateter
vena sentral pada vena subklavia atau vena jugularis. Walaupun jarang terjadi,
namun mengakibatkan komplikasi serius dan memerlukan penanganan yang segera.
Penyebab lainnya termasuk akibat ventilasi mekanik, emfisema, dan penyakit paru
lainnya (pneumonia).
Jika Suara napas menghilang melalui
pemeriksaan stetoskop mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga
pleura. Perkusi dinding dada hipersonor. “coin test” positif .
Pneumotoraks
pada trauma tumpul dada seringkali disebabkan oleh fraktur iga menusuk ke
parenkim paru. Pnemotoraks dapat juga akibat deselerasi atau barotrauma pada
paru tanpa berkaitan dengan patah iga. Di dalam praktek, banyak pasien dengan
pneumotoraks traumatik juga mempunyai gejala perdarahan yang mengakibatkan
hemopneumotoraks.
Jika
tanda dan gejala meragukan, maka roentgen dada dapat dilakukan, tetapi pada
keadaan hipoksia berat atau tension pneumothorax maka penanggulangan
kedaruratan yang lebih diutamakan.
2.6 Komplikasi
Atelektasis,
ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi pleura, empyema, emfisema,
penebalan pleura.
2.7 Pemeriksaan diagnostic
a. X
Foto dada :
1. Pada
foto dada PA terlihat pinggir paru yang kolaps berupa garis.
2. Mediastinal
shift dapat dilihat pada foto PA atau fluoroskopi pada saat penderita inspirasi
atau ekspirasi.
3. Pada
ICS 5 atau 6 dilakukan pemasangan WSD dengan memakai trokar.
4. WSD
dilepas bila paru sudah mengembang dengan baik, tidak ada komplikasi dan
setelah selang plastic atau diklem 24 jam untuk membuktikan bahwa pneumothoraks
sudah sembuh.
5. Bila
penderita sesak dapat diberikan oksigen konsentrasi tinggi.
6. Untuk
megnobati nyeri dapat diberikan analgetika seperti Antalgin 3 X 1 tablet atau
analgetik kuat.
7. Fisioterapi
dapat diberikan karena dapat mencegah retensi sputum.
8. Apabila
pengembangan paru agak lambat, bias dilakukan penghisapan dengan tekanan 25-50
cm air.
9. Pada
pneumothoraks berulang dapat dilakukan perlekatan kedua pleura dengan memakai
bahan yang dapat menimbulkan iritasi atau bahan sclerosing agent.
b.
Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).
2.8
Penatalaksanaan
1.
Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.
Diagnostik :
Menentukan
perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan
perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
b.
Terapi :
Mengeluarkan
darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c.
Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah
yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap
baik.
2.
Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.
Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi
di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak
boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi
rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.
c.
Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
- Penetapan slang.
- Penetapan slang.
Slang diatur
se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
- Pergantian posisi badan.
Usahakan
agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau
memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh
sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d.
Mendorong berkembangnya paru-paru.
1) Dengan
WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
2) Latihan
napas dalam.
3) Latihan
batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
4) Kontrol
dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e.
Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan
dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam
melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f.
Suction harus berjalan efektif :
1) Perhatikan
setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama
24 jam setelah operasi.
2) Perhatikan
banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
3) Perlu
sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2
duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal :
slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g.
Perawatan "slang" dan botol WSD/
Bullow drainage.
1) Cairan
dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
2) Setiap
hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara
yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian
botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap
penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
5) Penggantian
harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan.
6) Cegah
bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h.
Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.
2.9
Terapi
:
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.
a. Antibiotika.
b. Analgetika.
c. Expectorant.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
KONSEP KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian keperawatan
- Riwayat keperawatan
Point
yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
Penyakit yang
sering ditemukan adalah pneumotoraks, hemotoraks, pleural effusion atau
empiema. Klien bisa juga ditemukan adanya riwayat trauma dada yang mendadak
yang memerlukan tindakan pembedahan.
- Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas. Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan
sisi yang lain. Pada
perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup). Pada asukultasi suara nafas menurun,
bising napas yang berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun
istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas. Takhipnea,
pergeseran mediastinum. Adanya ronchi atau rales, suara nafas yang menurun.
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena
pernapasan dan batuk. Takhikardia,
lemah. Pucat, Hb turun / normal. Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
Tidak ada kelainan.
e. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam. Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat,
atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
- Faktor perkembangan/psikososial
Klien
mengalami kecemasan, ketakutan terhadap nyeri, prosedur atau kematian, karena
penyakit atau tindakan. Persepsi dan pengalaman lampau klien terhadap
tindakan ini atau hospitalisasi akan mempengaruhi keadan psikososial
klien.
- Pengetahuan klien dan keluarga
Pengkajian
diarahkan pada pengertian klien tentang tindakan WSD, tanda atau gejala yang
menimbulkan kondisi ini, tingkat pengetahuan, kesiapan dan kemauan untuk belajar.
- Pemeriksaan Diagnostik :
a.
Sinar
X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
b.
Pa
Co2 kadang-kadang menurun.
c.
Pa
O2 normal / menurun.
d.
Saturasi
O2 menurun (biasanya).
e.
Hb
mungkin menurun (kehilangan darah).
f.
Toraksentesis
: menyatakan darah/cairan,
3.2 Diagnosa
Keperawatan :
- Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
- Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
- Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
- Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
- Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
3.3 Intevensi
Keperawatan :
- Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan
: Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. Mengalami perbaikan pertukaran
gas-gas pada paru. Adaptive
mengatasi faktor-faktor penyebab.
INTERVENSI & RASIONAL
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya
dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
R : Meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Obsservasi fungsi pernapasan, catat
frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R : Distress pernapasan dan perubahan
pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan
tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R : Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang
etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu
pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R : Membantu klien mengalami efek
fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6.
Perhatikan
alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R : Mempertahankan tekanan negatif
intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan.
2)
Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.
R : Air penampung/botol bertindak
sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3)
Observasi
gelembung udara botol penempung.
R : Gelembung udara selama ekspirasi
menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung
biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak
adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang
untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah
saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R : Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan
pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5)
Catat
karakter/jumlah drainage selang dada.
R : Berguna untuk mengevaluasi perbaikan
kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
7.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)
Pemberian
antibiotika.
2)
Pemberian
analgetika.
3)
Fisioterapi
dada.
4)
Konsul
photo toraks.
R : Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
- Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan
: Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil : Menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di
sal. pernapasan. Klien
nyaman
INTERVENSI & RASIONAL
a. Jelaskan klien tentang kegunaan
batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Pengetahuan yang diharapkan akan
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b.
Ajarkan
klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R : Batuk yang tidak terkontrol adalah
melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c.
Napas
dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d.
Lakukan
pernapasan diafragma.
R : Pernapasan diafragma menurunkan
frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Tahan napas selama 3 - 5 detik
kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
R : Meningkatkan volume udara dalam paru
mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Lakukan napas ke dua, tahan dan
batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk
klien.
g.
Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Sekresi kental sulit untuk
diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada
atelektasis.
h. Ajarkan klien tindakan untuk
menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R : Untuk menghindari pengentalan dari
sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
i.
Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
j.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1)
Pemberian
expectorant
2)
Pemberian
antibiotika.
3)
Fisioterapi
dada.
4) Konsul photo toraks.
R : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
R : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
- Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan
: Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria
hasil : Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. Dapat mengindentifikasi aktivitas
yang meningkatkan/menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI & RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R : Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik
untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri
dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R : Akan melancarkan peredaran darah,
sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi
nyerinya.
c.
Ajarkan
metode distraksi selama nyeri akut.
R : Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d.
Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R : Istirahat akan merelaksasi semua
jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
e.
Tingkatkan
pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
R : Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik
f.
Kolaborasi
denmgan dokter, pemberian analgetik.
R : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon
motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
R : Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
BAB IV
Kesimpulan
Dan Saran
4.1 Kesimpulan
Penumothoraks
adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan
pemerikasaan sinar tembus dada(1). Dimana diagnosis pneumothoraks tergantung
kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan
dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya
bayangan diluar garis ini. Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam
kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Etiologi
1.
Tension pneumothorak-trauma dada pada
selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan
balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
2. Pneumothorak
tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur olehvesikel flaksid
yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
3.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
4.
Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat
kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
5.
Pneumothorak terbuka akibat kekerasan
(tikaman atau luka tembak).
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan
sesuai dengan penyebabnya:
1.
Pneumotoraks Spontan (primer dan
sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
2.
Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
Patofisiologi
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
Tanda dan Gejala
1. Sesak napas berat.
2. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan.
3. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk.
4. Pengembangan dada tidak simetris.
5. Sianosis.
Pemeriksaan fisik
1. inspeksi
2. palpasi
3. perkusi
4. alkustasi
Pemeriksaan diagnostic
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
Tanda dan Gejala
1. Sesak napas berat.
2. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan.
3. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk.
4. Pengembangan dada tidak simetris.
5. Sianosis.
Pemeriksaan fisik
1. inspeksi
2. palpasi
3. perkusi
4. alkustasi
Pemeriksaan diagnostic
1. Sinar
X dada: menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal.
2. GDA:
variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3.
Torasentesis: menyatakan darah / cairan
sero sanguinosa
4.
Hb: mungkin menurun, menunjukkan
kehilangan darah
Terapi
1.
Pneumotoraks Simpel
Merupakan pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
• Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total).
• Tidak ada mediastinal shift.
• PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓.
Penatalaksanaan: WSD.
Merupakan pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
• Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total).
• Tidak ada mediastinal shift.
• PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓.
Penatalaksanaan: WSD.
2. Pneumotoraks
Tension
Merupakan
pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama
semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme
ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
a.
Terjadi peningkatan intra toraks yang
progresif, sehingga terjadi: kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan
mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous return ↓ → hipotensi
& respiratory distress berat.
b.
Tanda dan gejala klinis: sesak yang
bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis
& dinamis.
c. Merupakan
keadaan life-threatening → tdk perlu Ro.
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula).
2. Pemasangan WSD.
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula).
2. Pemasangan WSD.
3. Open
Pneumothorax
Terjadi
karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan
masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan
tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound, terjadi kolaps total
paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil).
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka.
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks).
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil).
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka.
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks).
Pengkajian
Keperawatan
1.
Aktivitas / istirahat
Gejala: Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
Gejala: Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
2.
Sirkulasi
Tanda:
takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung
gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda
homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara
dalam mediastinum).
3.
Psikososial
Tanda: ketakutan, gelisah
Tanda: ketakutan, gelisah
4.
Makanan / cairan
Tanda: adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
Tanda: adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
5.
Nyeri / kenyamanan
Gejala:
nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara
batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
Tanda
: Perilaku distraksi, mengerutkan wajah
6.
Pernapasan
Tanda:
pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot
aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus
menurun, perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi
dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Gejala:
kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis,
inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
7.
Keamanan
Gejala: adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
Gejala: adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
Diagnosa
dan Intervensi keperawatan
1.
Pola pernapasan tak efektif b.d
penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses
inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea. Perubahan kedalaman pernapasan. Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal. Gangguan pengembangan dada. Sianosis, GDA tak normal.
Ditandai : Dispnea, takipnea. Perubahan kedalaman pernapasan. Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal. Gangguan pengembangan dada. Sianosis, GDA tak normal.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien
efektif.
KH: Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
KH: Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
Intervensi:
a. Mengidentifikasikan
etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi
fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis,
perubahan tanda vital.
c. Awasi
kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan
tekanan udara.
d. Auskultasi
bunyi napas
e. Catat
pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji
fremitus
g. Kaji
pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan
posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien
untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional:
a. Pemahaman
penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres
pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan
bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya
kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya
pneumotoraks)
d. Bunyi
napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area
paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area
kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik
pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan
dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada
tegangan pneumotoraks.
f. Suara
dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan /
konsolidasi.
g. Sokongan
terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi
trauma.
h. Meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang
sakit.
4.2 Saran
Hendaknya dalam memberikan tindakan
medis pada pasien yang yang menderita Pneumothoraks, dilakukan secara tepat
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Agar penyakit ini bisa disembuhkan dengan
baik. Perlu adanya kerjasama yang baik dari berbagai petugas medis.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Nursing Diagnosis: Application To Clinical
Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott Company
Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:
Hipokrates
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine McCarty
Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
Michael AJ Sawyer.2008 Blunt Chest Trauma. Diakses dari http://www.emedicine.com
Wikipedia. 2008. Pneumothorax. diakses dari http://en.wikipedia.org
Wikipedia.
2008. Hemothorax. Diakses dari
http://en.wikipedia.org
Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doegoes,
L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta :
EGC.
Hudak,
C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro,
A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Doengoes, Marilynn, dkk,
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, (1999), Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati S, volume 1, EGC,
Jakarta
Tucker, Martin dkk,
(1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih
dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta.
Lab/UPF Ilmu Penyakit
Paru, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter Soetomo, Surabaya