I. Pengertian :
1.
Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada
sal. empedu (Duktus Koledocus).
2.
Batu Empedu (kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat
pada kandung empedu.
3.
Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada
kandung empedu.
4.
Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada
saluran empedu.
5.
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di
kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi
utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003)
II.
Penyebab:
Batu di dalam
kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan
kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam
batu yang terbentuk antara lain:
- Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan produksi empedu.
Faktor lain
yang berperan dalam pembentukan batu:
·
Infeksi kandung empedu
·
Usia yang bertambah
·
Obesitas
·
Wanita
·
Kurang makan sayur
·
Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
- Batu pigmen empedu , ada dua macam;
·
Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung
empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
·
Batu pigmen coklat : bentuk lebih
besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran empedu, disertai
bendungan dan infeksi
- Batu saluran empedu
Sering
dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah vateri. Ada dugaan bahwa
kelainan anatomi atau pengisian divertikula oleh makanan akan menyebabkan
obstruksi intermiten duktus koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya
infeksi dan pembentukan batu.
III.
Pathofisiologi :
Batu empedu
hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu
lainnya.
Faktor
predisposisi yang penting adalah :
- Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
- Statis empedu
- Infeksi kandung empedu
Perubahan
susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting pada pembentukan
batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu .
Stasis
empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama
kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan
merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan mukus.
Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi
yang menyebabkan pembentukan batu.
IV.
Perjalanan Batu
Batu empedu
asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada pembentukan foto polos
abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan memberikan keluhan bila bermigrasi
ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus. Migrasi
keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat
kimia dan infeksi. Tergantung beratnya efek yang timbul, akan memberikan
gambaran klinis kolesistitis akut atau kronik.
Batu yang
bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap tinggal
diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.
V.
Insidensi
Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3
kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita
batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat
seiring bertambahnya usia.(Williams, 2003)
VI.
Gejala Klinis
Penderita batu
saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.
GEJALA AKUT
|
GEJALA KRONIS
|
TANDA :
|
TANDA:
|
GEJALA:
|
GEJALA:
|
VII.
Pemeriksaan penunjang
Tes
laboratorium :
- Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
- Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
- Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).
- Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.(cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
- USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena adanya batu empedu dan distensi saluran empedu ( frekuensi sesuai dengan prosedur diagnostik)
- Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP), bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus duodenum.
- PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
- Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya batu di sistim billiar.
- CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
- Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones, pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.
VIII.
Penatalaksanaan
Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.
Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang
lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang
lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer,
2002)
Manajemen
terapi :
1)
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2)
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3)
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4)
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa
untuk mengatasi syok.
5)
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti
koagulopati)
b.
Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan
pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan
melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung
kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui
saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan
untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang
terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat
disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau
lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk
memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur
kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat
pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus
koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila
dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran
ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam
duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada
ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu.
Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien
harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya
perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur
noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang
diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
c.
Penatalaksanaan bedah
Penanganan
bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab
kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif
jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai
suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya
Tindakan
operatif meliputi
1)
Sfingerotomy endosokopik
2)
PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
3)
Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
4)
Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1)
Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2)
Foto thoraks
3)
Ektrokardiogram
4)
Pemeriksaan faal hati
5)
Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien
rendah)
Terapi komponen darah Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa
scara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk
membentu kesemb uhan luka dan mencegah kerusakan hati.
IX.
Penatalaksanaan Keperawatan
A.
Pengkajian
- Aktivitas dan istirahat:
·
subyektif : kelemahan
·
Obyektif : kelelahan
- Sirkulasi :
·
Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
- Eliminasi :
·
Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces
·
Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di
abdomen atas/quadran kanan atas, urine pekat .
- Makan / minum (cairan)
Subyektif :
·
Anoreksia, Nausea/vomit.
·
Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung
gas.
·
Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
·
Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart
burn).
·
Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
·
Kegemukan.
·
Kehilangan berat badan (kurus).
- Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
·
Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai
ke bahu.
·
Nyeri apigastrium setelah makan.
·
Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30
menit.
Obyektif :
Cenderung
teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan
pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
- Respirasi :
Obyektif :
Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
- Keamanan :
Obyektif :
demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan
(defisiensi Vit K ).
- Belajar mengajar :
Obyektif : Pada
keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada
riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah.
B.
Prioritas Perawatan :
- Meningkatkan fungsi pernafasan.
- Mencegah komplikasi.
- Memberi informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur, prognosa dan pengobatan
C.
Tujuan Asuhan Perawatan :
- Ventilasi/oksigenasi yang adekwat.
- Mencegah/mengurangi komplikasi.
- Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan
D.
Diagnosa Perawatan:
- Pre Operasi
a)
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
(obstruksi, proses pembedahan)
b)
Potensial Kekurangan cairan sehubungan dengan :
·
Kehilangan cairan dari nasogastrik.
·
Muntah.
·
Pembatasan intake
·
Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun,
waktu beku lama.
c)
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk ingesti dan absorbsi makanan
d)
Kurangnya pengetahuan tentang prognosa dan kebutuhan
pengobatan, sehubugan dengan :
·
Menanyakan kembali tentang imformasi.
·
Mis Interpretasi imformasi.
·
Belum/tidak kenal dengan sumber imformasi.
Ditandai :
·
pernyataan yang salah.
·
permintaan terhadap informasi.
·
Tidak mengikuti instruksi.
- Post Operasi
a) Polanafas
tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot, kelemahan/ kelelahan,
ditandai dengan :
·
Takipneu
·
Perubahan pernafasan
·
Penurunan vital kapasitas.
·
Pernafasan tambahan
·
Batuk terus menerus
b) Resiko
infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kerusakan jaringan (luka operasi)
c) Penurunan
integritas kulit/jaringan sehubungan dengan
·
Pemasanagan drainase T Tube.
·
Perubahan metabolisme.
·
Pengaruh bahan kimia (empedu)
Ditandai
dengan : adanya gangguan kulit.
Daftar Pustaka :
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
Sylvia Anderson Price,
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa AdiDharma,
Edisi II.P: 329-330.
Marllyn E. Doengoes, Nursing
Care Plan, Fa. Davis Company, Philadelpia, 2000.P: 523-536.
D.D.Ignatavicius dan M.V.Bayne,
Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, W. B. Saunders Company,
Philadelpia, 1991.
Sutrisna Himawan, 1994,
Pathologi (kumpulan kuliah), FKUI, Jakarta 250 – 251.
Mackenna & R. Kallander,
1990, Illustrated Physiologi, fifth edition, Churchill Livingstone, Melborne :
74 – 76.